Selasa, 13 Maret 2012

BAB ll

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Beton
Beton ialah merupakan suatu benda padat yang didapatkan dari pencampuran bahan-bahan agregat kasar dan agregat halus, yaitu pasir, batu pecah/kerikil atau bahan-bahan semacam lainnya, kemudian dicampur dengan bahan pengikat semen dan air sebagai bahan pembantu guna proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Nilai kekuatan serta daya tahan (durability) beton tergantung dari banyak faktor, diantaranya ialah nilai banding campuran, mutu bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran, pelaksanaan finishing, temperatur dan kondisi perawatannya.
Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan nilai kuat tariknya dan beton merupakan bahan yang bersifat getas. Nilai kuat tariknya sekitar 9%-15% saja dari kuat tekannya pada penggunaan sebagai komponen struktural bangunan, umumnya beton diperkuat dengan bahan tulang baja sebagai bahan yang dapat bekerjasama dan mampu membantu kelemahannya, terutama pada bagian yang menahan gaya tarik (Djokohusodo, 1.,1999).
Persyaratan umum untuk campuran beton yang digunakan dalam melaksanakan konstruksi beton adalah sebagai berikut:
  1. Persyaratan kekuatan
  2. Persyaratan keawetan
  3. Persyaratan kemudahan pengerjaan
  4. Persyaratan ekonomis
Beton dapat dibedakan berdasarkan berat jenisnya. Ada tiga berat jenis beton yaitu: beton ringan, beton normal dan beton berat.
    1. Beton ringan,beton yang mempunyai berat jenis sampai 1,850 kg/m3
    2. Beton normal, beton yang mempunyai berat jenis antara 1,850-2,500 kg/m3
    3. Beton berat, beton yang mempunyai berat jenis lebih besar dari 2,500 kg/m3 (Departemen Pekerjaan Umum, 1990)
Parameter-parameter yang paling mempengaruhi kekuatan beton adalah:
  1. Kwalitas semen
  2. Proporsi semen terhadap campuran
  3. Kekuatan dan kebersihan agregat
  4. Interaksi atau adhesi antara pasta semen dengan agregat
  5. Pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton
  6. Penempatan yang benar, penyelesaian pemadatan beton
  7. Perawatan beton dan kandungan klorida tidak melebihi 0,15% dalam beton yang diekspos dan 1% bagi beton yang tidak diekspos (nawy,1985:24).


    1. Semen
Semen ialah suatu jenis bahan yang berfungsi sebagai bahan perekat atau pengikat agregat kasar, agregat halus dan air menjadi satu kesatuan. Semen yang biasa digunakan adalah semen portland (ordinary portland cemen), yaitu semen hidrolis yang mengeras apabila dicampur dengan air. Semen portland merupakan bubuk halus yang dibuat dari bahan baku berupa campuran (CaO), silika (SiO2), alumina (AL2O3) yang digiling bersama bahan tambahan yang lainnya (nawy, E, 1998).
Klasifikasi semen menurut ASTM dibagi menjadi 5 (lima) tipe yaitu:
  1. Semen tipe I
Semen portland standar digunakan untuk semua bangunan beton yang tidak akan mengalami perubahan cuaca yang dasyat, untuk penggunaan umum, serta tidak memerlukan persyaratan khusus.
  1. Semen tipe II
Untuk bangunan yang menggunakan pembetonan secara massal seperti dam, panas hidrasi tertahan dalam bangunan untuk jangka waktu lama. Pada saat terjadi pendinginan timbul tegangan-tegangan akibat perubahan panas yang akan menyebabkan retak-retak pada bangunan. Untuk mencengah hal-hal yang tidak diinginkan tersebut, dibuatlah jenis semen yang mengeluarkan panas hidrasi lebih rendah serta dengan kecepatan penyebaran panas yang rendah pula, semen tipe II ini merupakan semen untuk beton tahan sulfat dan mempunyai panas hidrasi sedang dan disebut juga “modified portland cemen”. Semen ini menimbulkan 15%-20% lebih sedikit panas dibandingkan dengan semen tipe I.
  1. Semen tipe III
Semen portland tipe III adalah jenis semen yang cepat mengeras dan cocok untuk pengecoran beton pada suhu rendah, butiran –butiran semennya digiling lebih halus dari butiran-butiran tipe I untuk mempercepat proses hidrasi yang diikuti dengan percepatan pengersan serta percepatan pengembangan kekuatan. Semen ini disebut juga “semen dengan kekuatan awal tinggi” digunakan bilamana kekuatan harus dicapai dalam waktu yang singkat. Semen tipe III ini menimbulkan panas sampai 50% lebih banyak pada umur rendah dibandingkan dengan semen tipe I.
  1. Semen tipe IV
Semen portland tipe IV ini menimbulkan panas hidrasi rendah, hal ini menunjukkan bahwa semen tipe demikian panas 40-50% selama sedang terjadi proses hidrasi pada umumnya 1-7 hari dibandingkan dengan panas yang ditimbulkan oleh tipe I. Semen tipe IV ini digunakan untuk kondisi dimana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus minimum misalnya pada bangunan masih seperti bendungan gravitasi yang besar.
  1. Semen tipe V
Semen portland tipe V ini tahan terhadap serangan sulfat digunakan di daerah-daerah pasang surut pada bangunan-bangunan beton di laut juga menimbulkan panas 25-40% lebih kecil dari pada semen tipe I.
Pengerasan pasta semen berlangsung terus menerus, mula-mula secara cepat kemudian lebih lambat untuk jangka waktu yang lama. Pengikat harus terus menerus berlangsung dengan lambat, sebab jika tidak demikian adukan semen akan sukar dikerjakan. Oleh karena itu spesifikasi-spesifikasi untuk semen masyarakat bahwa awal pengikatan dari pasta semen tidak boleh terjadi kurang dari 1 jam setelah kita membubuhkan air pada semen. Pada umumnya waktu pengikatan adukan beton sekarang ini berlangsung lebih lama kira-kira 3-5 jam.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi waktu pengikat awal dari semen yaitu :
    1. Umur semen
Selama semen itu disimpan untuk jangka waktu yang lama semen itu akan menghisap air dan zat asam arang dari udara, sehingga terjadi prahidrasi sebagai akibatnya daya pengikatnya akan menjadi lambat, sedangkan kekuatan tekannya akan berkurang.
    1. Suhu
Kecepatan suatu reaksi kimia tergantung pada suhu dari massa yang bereaksi serta suhu lingkungannya. Reaksi antara semen dan air berlangsung lebih cepat pada suhu yang tinggi (misalnya perawatan dengan uap), akan tetapi untuk proses pengikatan suhu yang paling rapat kira-kira 23oC.
    1. Jumlah air yang dibutuhkan
Agar reaksi kimia antara semen dan air berlangsung dengan memuaskan dibutuhkan air kira-kira 20% air dari berat semen. Dalam adukan beton yang memerlukan lebih banyak air, panas hidrasi akan timbul disebarkan dengan meluas pada bahan-bahan agregat yang lainnya, sehingga suhu pada saat terjadinya pengikatan akan jauh lebih besar dari pada suhu pada waktu terjadi pengikatan hanya antara air dan semen sehingga waktu pengikatan pada adukan beton akan berlangsung lebih lama.
    1. Agregat
Agregat merupakan bahan penyusun beton yang paling berperan dalam menentukan nilai kuat tekan beton. Pada beton biasanya terdapat sekitar 60-70% volume agregat, agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai benda yang utuh, homogen dan rapat, dimana agregat yang berukuran kecil berfungsi sebagai pengunci celah yang ada diantara agregat yang berukuran besar.
Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir dan lain-lain) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu pada musim dingin dan agresi kimia, serta ketahanan terhadap penyusustan.
Mengingat bahwa agregat menempati sekitar 70-75 persen dari total volume beton maka kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas beton. Dengan angregat yang baik, beton dapat dikerjakan (workable), kuat, tahan lama (durable) dan ekonomis. Pengaruhnya dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini :

Tabel 2.1 Pengaruh sifat agregat pada sifat beton
Sifat agregat


Sifat beton
Bentuk, tekstur gradasi
Beton cair
Kelecakan, Pengikatan dan pengerasan
Sifat fisik, sifat kimia, mineral
Beton keras
Kekuatan, kekerasan, ketahanan (durability)
Sumber : Paul Nugraha, Antoni. Teknologi Beton halaman 43
2.3.1 Pengolahan Agregat
1) Agregat Kasar (batu pecah)
Pengolahan batu pecah tidak semudah pasir dan kerikil, karena melalui proses pengambilan berupa pengeboran, peledakan (blasting), dan penggalian (exavating). Tujuan utama pengolahan batu pecah yang di jadikan bermacam-macam banyak hal seperti sebagai bahan material untuk pembangunan gedung-gedung perkantoran, pembangunan jembatan dan lain-lain. Proses pengolahan seperti ini sangat mengasilkan bahan ataupun agregat dengan mutu tinggi dan dengan biaya yang rendah.
Pengolahan agregat alam (batu pecah) meliputi penggalian (exavating), pengangkutan (hauling), pencucian, pemecahan (crushing), hingga penentuan ukuran.
Ada 6 (enam jenis) penghancur mekanis (crusher) untuk memproduksi batu pecah, antara lain :
a) Jaw crusher, yaitu terdiri dari satu atau lebih rang (jaw) yang memukul sebuah rahang tetap. Jarak dan panjang gerakan menentukan ukuran butiran batu yang dihasilkan. Sendi (toggle) tunggal untuk batuan yang lebih lunak sedangkan sendi ganda untuk yang lebih keras.
  1. Gyratory crusher, yaitu terdiri dari kepala crusher digoyang oleh eksentrisitas pada shaft miring yang berputar.
  2. Disk crusher, yaitu terdiri dari satu stasioner dan satu berputar berbentuk piring membuka dan menutup.
  3. Hammer atau Impact crusher.
  4. Roll crusher, yaitu memasukkan material diantara roll yang permukaannya bergerigi.
  5. Rod mill, yaitu menggantikan roll crusher untuk mengurangi butir halus, lebih ekonomis dan produk lebih seragam.
Ada bermacam-macam jenis batu-batuan bilamama dipecah yang dapat dimanfaatkan untuk digunakan sebagai agregat beton, misalnya
  1. Batu Kapur ialah batuan hasil sedimentasi yang komposisi utamanya ialah kalsium karbonat. semakin keras dan padat jenis kapir ini, terutama jenis ferro karbonat yang dijumpai didaerah Derbyshire dan Mendips, makin cocok sekali untuk pembuatan beton.
  2. Batu Api yaitu meliputi granit, basalt, dolerit, gabbros dan phorphyres. Granit merupakan batu yang keras, ulet dan padat yang sangat baik untuk beton. Basal merupakan batu api yang menyerupai batu granit, tetapi struktur butirnya lebih halus karena pendinginan yang cepat pada proses pembentukannya. Dolerit yaitu mempunyai struktur butir kristal yang halus yang mengandung felspar banyak dan bahan lain seperti augite, olivine dan granit
  3. Sandstone yaitu keras dan padat, hampir semua sandstone cocok untuk agregat. Yang terbaik ialah yang mempunyai komposisi butriran quartz yang terikat oleh oksida besi yang terhidrasi atau amorphous silica.
  4. Batu Tulis, biasanya agregat ini tidak baik, lunak, lemah, berlapis, dan da

Tidak ada komentar:

Posting Komentar